IHSG Faces a Tough Year

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara mingguan bergerak melemah sebesar -4.65% dan ditutup di level 6.983 pada perdagangan hari Jumat (20/12). Sektor yang mengalami pelemahan seperti: basic materials -8.21%, properti -6.14% dan sektor teknologi -5.63%.

Likuiditas perekonomian atau uang beredar (M2) pada November 2024 tumbuh 7,0% (yoy) mencapai Rp9.175,8 triliun, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 6,8% (yoy). Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan uang beredar sempit (M1) sebesar 9,1% (yoy) dan uang kuasi 2,3% (yoy).

Wall Street bergerak positif dengan Dow Jones menguat +1.18%, S&P500 naik +1.09%, dan Nasdaq terapresiasi +1.03%. Global Bond Fund mencatatkan inflow selama 2024 sebesar $600bn tertinggi sejak 2007. Investor berekspektasi bank sentral akan melakukan relaksasi terhadap kebijakan moneternya.

Investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 828 miliar, dengan kontribusi terbesar berasal dari BBRI sebesar Rp 488 miliar dan BBCA sebesar Rp 284 miliar. Dalam sebulan terakhir, investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 11,2 triliun. Dengan hanya menyisakan beberapa hari bursa di tahun ini, pasar diperkirakan akan cenderung sideways dan sepi, sehingga kemungkinan terjadinya window dressing semakin kecil. Faktor penyebabnya antara lain pelemahan rupiah, suku bunga yang dipertahankan, minimnya katalis positif dari dalam negeri, serta aksi net sell dari investor asing.  Investor perlu menyadari adanya perubahan tren di IHSG yang kini tidak hanya berfokus pada saham blue chip. Beberapa bulan terakhir, saham-saham konglomerasi justru menjadi pendorong utama kenaikan IHSG. Tren ini diperkirakan akan berlanjut hingga Q1 2025.

Reksa dana dengan penguatan harian yang signifikan di Invesnow, seperti: Sucorinvest Flexi Fund (+1.14%), dan UOBAM Inovasi Obligasi Nasional (+0.76%). 

#InvesNowCuanLater  #BigDreamStartNow